Wednesday 20 November 2013

Review for "Bangkok: The Journal"

Bangkok: The Journal

My rating: 3 of 5 stars

Menarik. Banyak tempat di Bangkok yang diekspos sama cerita ini. Nggak mainstream sama sekali dan selalu punya unsur unik di tiap bagiannya.

Walau jujur aja aku kurang suka sama beberapa bagian yang agak "begitu" berhubung aku cewek (ini gara-gara aku gak tahan mau baca semau STPC, jadi mau gak mau aku harus terima kalo ceritanya "begitu"). Aku juga gak suka kata-kata kasar yang bisa dibilang banyaaaaaaaaaaaaaaak banget di dalam novel ini. Dan ceritanya... aduh, aku harus bilang apa, ya?

Aduh, aku gak ngerti lagi kenapa bisa banyaaaaaaaaaak banget waria dalam novel ini... sampai kapanpun aku gak bisa terima mereka (kecuali yang udah dari lahir begitu, lagian mereka bisa terapi, kan?) walau itulah kebahagiaan mereka. Sebenarnya mereka bisa ngerasain bahagia dengan mudah, syaratnya cuma satu; rajin bersyukur. Kalo mereka benci diri sendiri tapi mereka bersyukur, yah, mereka juga akan bahagia dengan sendirinya. Mereka cuma perlu berlapang dada.

Aku gak suka dengan fakta Artika ditato di punggungnya. Pada dasarnya, sama kayak Charm, aku juga benci tato, apalagi kalo cowok ditato. Emang banyak yang nganggep kalo tato itu "lambang kejantanan" tapi aku gak setuju. Aku justru takut liat tato, apalagi kalo tatonya udah gambar yang aneh-aneh.

Aku gak bisa bilang aku enjoy baca novel ini, tapi bisa dibilang aku cukup suka idenya. Cerita ini nendang aku banget, bikin mood aku berubah drastis kalo selesai baca ini. Aku emang moody, tapi setelah baca buku ini aku sadar kalo kadar moody aku ini jadi parah banget. Aku sendiri gak tau kenapa. Mungkin karena aku terlalu hanyut dalam dunia Bangkok-nya Edvan sampai-sampai lupa kalau aku masih punya dunia sendiri untuk dijalani. Hasilnya gini, deh.

Aku suka Charm yang teguh pendirian. Yah, aku ini satu per dua belasnya Charm lah, cuma beda di muka~ (itu jauh, ya...?). Gimana perjuangan dia nyelamatin Bang Kachao, ngototnya dia gak mau nerima iPhone dari Edvan, ngototnya dia ngebalikin perabotan yang dibeliin Edvan, tegasnya dia sama Max, dan sebagainya. Menurut pandanganku, cewek emang harus kayak Charm; tegas, teguh pendirian, juga nggak matre. Aku salut banget sama cewek-cewek kayak gini. Poin tambahnya lagi, dia bisa bicara dalam bahasa Inggris, Thailand, dan Indonesia secara fasih!! Kereeeeeeeeen~

Aku gak puas sama ending-nya. Kalo emang ada kode, iiih.... aku KEPO berat!! Berhubung aku males mikir dan males baca ulang jurnal Artika (yang font-nya bikin aku sakit mata lantaran hurufnya nyambung dan ada yang mirip-mirip. Plus kecil pula, aku jadi merasa kalo aku ini orang termiris sedunia), makanya aku pingin tahu kodenya langsung. Siapa tau isinya warisan milyaran rupiah? Itu kan, KEREN!~


Mungkin ini aja review saya. Saran buat editor, sebaiknya pastikan kalo font yang digunakan enak dibaca. Misalnya kayak font buat tulisan Charm, aku suka banget. Tulisannya nyaman dibaca dan bikin aku seneng liatnya. Ditambah lagi, mataku jadi gak sakit XD

Sekian!


No comments:

Post a Comment