Disclaimer:
Vocaloid yang bukan punya saya
Tokoh-tokoh yang terlibat di
dalamnya bukan punya saya
Lagunya bukan
punya saya
Alur
ceritanya ngikutin lagunya, jadi bukan punya saya
Warning:
OOC, OOT, bahasa gak baku, alur
kecepetan, gajelas, typo, de el el
Mirrors
A LenxRin story
by reynyah
Aren't you something to admire, 'cause your shine is
something like a mirror
But I can't help but notice, you reflect in this heart of mine
If you ever feel alone and the glare makes me hard to find
Just know that I'm always parallel on the other side
But I can't help but notice, you reflect in this heart of mine
If you ever feel alone and the glare makes me hard to find
Just know that I'm always parallel on the other side
.
.
Kagamine Len menatap
gadis berambut kuning madu pendek yang sedang berdiri di depan kelas. Namanya Kagami
Rin, cewek yang ditaksir Len sekaligus pacar Len. Wajar mereka sama persis,
padahal mereka bukan saudara kandung, apalagi saudara kembar. Marga mereka saja
sudah berbeda, apalagi latar belakang keluarga mereka.
Dia bertemu Rin ketika
Rin mengembalikan kucing kesayangannya yang hilang. Akhirnya, untuk membalas
budi gadis itu, Len memberikan kucingnya pada Rin. Sampai sekarang, sampai
mereka kelas 12 ini, kucing itu masih menempati kamar Rin dengan penuh
loyalitas. Nama kucing itu Shiro, Len dan Rin biasa menyebutnya Shiro-chan.
Dan gara-gara Shiro-chan
inilah mereka berdua bisa jadian.
Waktu pengembalian Shiro itulah
Len pertama kali mengobrol dengan Rin. Saat itu, Len sadar kalau sifat Rin
mirip banget sama dia. Dia juga sadar kalau Rin itu pintar. Banget. Oke,
mungkin Len gak pintar-pintar amat, tapi dari segi sikap seperti dingin,
pendiam, kata-kata, dan semacamnya, mereka memang mirip banget. Kadang—sering
malah—kalau salah satu dari teman mereka ada yang bertanya pada kedua manusia
rambut kuning madu itu, mereka biasanya menjawab dengan jawaban yang sama dan timing yang bersamaan. Yah, namanya juga
kompak. Mau gimana lagi?
Sejak itu, Len sadar
kalau Rin udah jadi bagian penting dalam hidupnya. Len juga sadar kalau proses
itu terlalu cepat, tapi dia juga gak bisa menyalahkan siapa-siapa. Pokoknya,
dia bertekad gak akan membiarkan Rin merasa sendiri.
Rin kembali ke tempat
duduknya setelah selesai berpidato di depan kelas. Duduknya Rin di kursinya
kembali menyadarkan Len ke alam nyata. Rupanya selama ini Len melamun.
Kemudian, gak ada angin
gak ada hujan, dia berani bilang begitu ke Rin—yang sekarang jadi teman sebangkunya.
“Rin, kalo lo tiba-tiba
ngerasa sendiri, inget aja kalo gue selalu ada buat lo.”
Dan terang aja kalimat
yang diucapkan tanpa aba-aba itu membuat Rin kaget.
.
.
.
'Cause with your hand in my hand and a pocket full of
soul
I can tell you there's no place we couldn't go
Just put your hand on the glass, I'm here trying to pull you through
You just gotta be strong
I can tell you there's no place we couldn't go
Just put your hand on the glass, I'm here trying to pull you through
You just gotta be strong
.
.
.
Rin menatap Len dengan
bingung. Tatapannya menyeramkan. Seolah-olah dari tatapannya itu, Rin berkata,
“Lo mau ngegombal tapi sori ya, gue anti gombalan cowok yang cuma ngomong
doang.”
Len berdeham. “Pokoknya,
kita bisa pergi ke semua tempat.”
Mendengar kalimat ini,
Rin tambah bingung saja.
“Lo harus kuat ya, Rin?”
Rin tertawa kecil lalu
meraba dahi Len. “Lo yakin lo baik-baik aja?” tanyanya heran. “Badan lo gak
panas kok, kenapa tiba-tiba lo ngomong kayak gini ke gue? Otak lo lagi nge-hang?”
Len dan Rin memang udah
jadian sejak lama, tapi Rin berulang kali bilang kalau ber-aku-kamu dengan Len
membuatnya geli sendiri. Akhirnya, mereka tetap ber-elo-gue ketika mengobrol.
Bukan apa-apa, mereka cuma nyaman dengan gaya itu.
Len mendengus. “Ya udah,
lo gak usah peduliin kalimat-kalimat gue sebelum ini.”
Bukannya tambah mengerti,
Rin justru tambah bingung. “Hah?”
“Gue mau ngomong serius.”
Rin manggut-manggut.
“Jadi, lo mau ngomong apa?”
.
.
.
'Cause I don't wanna lose you now
I'm looking right at the other half of me
The vacancy that sat in my heart
Is a space that now you hold
I'm looking right at the other half of me
The vacancy that sat in my heart
Is a space that now you hold
.
.
.
“Gue gak mau kehilangan
lo,” ujar Len spontan.
Mata Rin membelalak
karena terkejut, tentu saja. Tapi dengan cepat dia mengendalikan dirinya lalu
bertanya, “Kenapa tiba-tiba lo mikir gitu?”
Len berdeham lagi.
“Soalnya kalo ngeliat lo, gue kayak ngeliat setengah dari diri gue,” jelas Len.
“Kekosongan di hati gue... sekarang lo yang isi.”
Rin menarik napas. Kalau
Len sudah berkata dengan bahasa yang bisa dibilang “agak” baku, itu artinya dia
tidak sedang bercanda.
Dia serius, pikir Rin masih bingung. “Terus kenapa kalo kayak gitu, Len?”
Len mendengus lagi, tapi
dia masih bisa maklum. Dia sendiri bukan seseorang yang peka kalau hanya diberi
kata-kata kiasan berupa gombalan macam tadi. Dia yakin Rin—yang merupakan
cerminan dirinya—juga sama tidak pekanya. Atau bisa jadi lebih parah.
Gue emang harus banyak sabar ngadepin cewek kayak
gini, pikir Len.
.
.
.
Show me how to fight for now
And I'll tell you, baby, it was easy
Coming back here to you once I figured it out
You were right here all along
And I'll tell you, baby, it was easy
Coming back here to you once I figured it out
You were right here all along
.
.
.
“Selama ini gue gak
sadar, yah, gue tau gue emang salah satu cowok paling gak peka sedunia,” kata
Len pada Rin, masih berusaha menyadarkan Rin mengenai perasaannya.
“Terus apa hubungannya
sama gue?” tanya Rin bingung.
“Gue nyari dan nyari,
sampai akhirnya ketemu lo.”
“Terus?”
“Dan gue sadar, ternyata
orang yang gue cari selama ini ada di samping gue,” lanjut Len. “Gue udah nyari
ke mana-mana, taunya lo ada di sini.”
“Lo nyariin gue?” tanya
Rin heran. “Emangnya dulu kita pernah kenal?”
Saat itu Len tidak tahu
harus menganggap pacarnya sebagai gadis yang pintar atau justru gadis yang
tidak tahu apa-apa.
Masa beginian aja gak ngerti?! pikirnya nyaris frustasi.
.
.
.
It's like you're my mirror
My mirror staring back at me
I couldn't get any bigger
With anyone else beside of me
My mirror staring back at me
I couldn't get any bigger
With anyone else beside of me
.
.
.
“Lo itu kayak cermin gue,
Rin,” lanjut Len. “Terus kalo kita lagi ngobrol, lo bener-bener kayak cermin
gue, tau? Gue selalu ngira cermin itu natap gue balik.”
Rin mengerutkan dahinya.
“Terus?”
“Pokoknya, gue gak bisa
merasa nyaman, damai, tenang, dan dihargai kalo gak sama elo,” kata Len. “Cuma
elo yang bikin gue merasa kayak gitu.”
“Terus apa hubungannya
sama lo nyariin gue?”
Len mendesah.
Ketidakpekaan Rin yang satu itu memang sudah over dosis tingkat keterlaluannya.
Untung pacar, pikir Len sambil mengelus-elus
dadanya. Untung dia masih bisa bersabar.
.
.
.
And now it's clear as this promise
That we're making two reflections into one
'Cause it's like you're my mirror
My mirror staring back at me, staring back at me
That we're making two reflections into one
'Cause it's like you're my mirror
My mirror staring back at me, staring back at me
.
.
.
“Pokoknya, lo harus janji
sama gue.”
Kening Rin berkerut.
“Janji? Janji apa?”
“Kalo kita bakal jadi
satu buat selama-lamanya.”
“Apa?”
“Bayangan kita bakal jadi
satu, oke?”
“Aduh Len, lo ini
sebenernya kenapa, sih?”
Len tidak menggubris
pertanyaan Rin yang satu itu. “Soalnya, lo udah bener-bener kayak cermin gue,
Rin. Dan gue suka banget itu.”
“Hah?”
“Janji kita udah jelas,
ya,” kata Len sambil tersenyum.
Rin tidak mengerti maksud
senyum Len itu. Tapi dia sudah terlalu lelah untuk sekedar berkata “hah?” atau
“apa?” seperti tadi. Sepertinya, Len mulai tidak mau menjawab pertanyaannya.
.
.
.
Aren't you something, an original, 'cause it doesn't
seem merely assembled
But I can't help but stare 'cause I see truth somewhere in your eyes
Ooh I can't ever change without you, you reflect me, I love that about you
And if I could, I would look at us all the time
But I can't help but stare 'cause I see truth somewhere in your eyes
Ooh I can't ever change without you, you reflect me, I love that about you
And if I could, I would look at us all the time
.
.
.
“Gue masih gak ngerti
maksud lo, deh,” kata Rin akhirnya.
Len menarik napas. “Lo
itu apa adanya, Rin,” jelas Len. “Soalnya lo gak keliatan dibuat-buat doang, lo
emang lo, gak berubah dari dulu.”
Rin diam saja menunggu
kelanjutan kata-kata Len.
“Kalo liat lo kesusahan,
gue gak bisa nolong,” lanjut Len. “Gue cuma bisa ngeliatin. Kenapa? Soalnya gue
liat lo itu jujur, lo bener-bener kesusahan, gak ngebohong, gak cuma bilang
‘tolong’ gara-gara pingin ditolong. Anehnya, gue justru gak bisa nolong elo.”
Rin berusaha menahan tawa
mendengar pengakuan Len. Kapan dirinya pernah minta pertolongan? Kayaknya
hampir gak pernah. Walau dia gak mau mengaku, gak bisa dipungkiri lagi kalau
Rin adalah salah satu siswa terpintar di angkatannya. Itu sebabnya dia jarang
butuh bantuan orang lain, apalagi kalo masalah pelajaran.
“Gue sendiri gak bisa
berubah, Rin,” ujar Len. “Gak bisa berubah tanpa lo, maksudnya. Lo itu cermin
gue banget, dan gue suka itu, mungkin itu sebabnya gue gak bisa berubah kalo lo
gak berubah.”
Rin tersenyum kecil.
Dirinya mulai memahami maksud kalimat-kalimat Len.
“Dan kalo gue bisa...”
Len berhenti sejenak. “Gue pingin liat kita berdua, terus-terusan.”
.
.
.
Yesterday is history
Tomorrow's a mystery
I can see you looking back at me
Keep your eyes on me
Baby, keep your eyes on me
Tomorrow's a mystery
I can see you looking back at me
Keep your eyes on me
Baby, keep your eyes on me
.
.
.
“Kemarin itu sejarah,”
kata Len. “Sedangkan besok—“
“Matematika?” potong Rin.
Len mendengus. “Gue bukan
ngomongin pelajaran, tau.”
Rin terkikik. “Terusin
deh, lo mau ngomong apa.”
“Kemarin itu sejarah
sedangkan besok itu misteri, Rin.”
Rin tersenyum. “Gue bisa
liat, lo ngeliatin gue terus.”
Len nyengir. “Ternyata lo
merhatiin gue juga.”
“Masa gue gak merhatiin
pacar sendiri?”
“Sekarang, mending lo jujur,” kata Rin sambil menatap Len dalam-dalam.
“Sebenernya, lo mau ngomong apa? Gue tau ada yang mau lo sampein, intinya,
lebih tepatnya.”
Len tersenyum. “Kagami Rin, daisuki
dayo...”
Rin tersenyum.
FIN
No comments:
Post a Comment