Friday 11 October 2013

Review for "sHe"

sHe

My rating: 5 of 5 stars

Aku cinta buku ini.

Dari semua novel yang pernah kubaca, novel ini adalah satu-satunya novel yang bikin aku seneng baca lagi dan lagi karena satu hal; idenya yang gak biasa dan alurnya yang gak mainstream.

Novel ini mengajarkan kita untuk menjadi diri sendiri dan menjalani hidup kita sesuai dengan letak kebahagiaan kita, bukan kebahagiaan orang lain. Seperti halnya Dinar dengan cueknya mengecat rambutnya jadi kuning jeruk demi memuaskan hatinya semata, dan jelas-jelas ditentang orang tua dan sekolahnya. Bagaimana Flemming dengan percaya dirinya ngirim proposal pentas seni yang semua orang juga tau gak akan diterima. Bagaimana anak-anak Genki Ji yang notabene hanya sekumpulan orang yang suka anime dan manga dan kaga punya modal apa-apa bisa bikin acara yang memamerkan soundtrack anime dan manga favorit mereka.


Tapi di sisi lain, novel ini juga mengajarkan kita untuk gak jadi manusia yang seenaknya sendiri alias egois. Bisa dilihat dari bagaimana Dhinar nurut banget sama kemauan orang tuanya (minus beli dan baca komik ngumpet-ngumpet). Gimana dia dengan penuh rasa sabar ikut kursus bahasa Jepang, belajar sepanjang waktu, dan ditekankan untuk dapat nilai bagus dan selalu jadi lulusan terbaik di angkatannya.

Novel ini juga mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang tahan banting, yang bisa bangkit lagi walau udah disakiti berkali-kali. Seperti curhatan Dhinar ke Flemming tentang teman-temannya yang menyukainya hanya gara-gara apa yang dia punya dan bukan karena dia apa adanya. Seperti Flemming yang berkata kalau orang memang harus sakit dulu baru bahagia. Seperti Dhinar yang memutuskan untuk ikut demo pensi. Seperti Anita dan teman-temannya yang lain yang akhirnya menerima Dhinar kembali. Yang jelas, bukan teman namanya kalo menyukai kita atas dasar "apa yang kita punya" dan bukan karena kita apa adanya.

Aku gak bisa ngerti kenapa bisa ada orang yang segitu miripnya; Dhinar dan Erwan. Hobi baca buku-buku tebal nan berat, juara umum seangkatan, bergantian jadi peraih NEM tertinggi se-Semarang, sinis bin sarkastis, dan sebagainya. Bahkan Dinar sampai bilang kalo Dhinar itu "Sapu dalam bentuk cewekk". Gak kebayang aja sih, kalo Dhinar itu bener-bener sosok Erwan dalam bentuk cewek. Hahaha.

Aku gak nyangka kalo Flemming yang asal ceplos dan suka sok-sokan itu bisa mempengaruhi orang lain. Misalnya aja, setiap Flemming ngacoblak panjang lebar ke Dhinar, pasti akhirnya Dhinar jadi bimbang dan berpikir. Yah, walau biasanya Dhinar bakal kembali ke jalannya yang udah dia rintis sejak kecil. Seenggaknya, kata-kata Flemming seringkali bikin orang merenung. Anehnya, dia juga menjabat sebagai "playboy kelas kakap yang jadian sama kutu buku" yang bikin aku gak ngerti lagi. Flemming bisa suka sama Dhinar itu ajaib, apalagi Dhinar bisa suka Flemming yang notabene anak berandal tingkat dewa. Sama halnya dengan Dinar dan Erwan; yang satu trouble maker nomor wahid sedangkan yang satunya suri tauladan bagi anak-anak satu sekolah.

Awalnya, waktu Dinar cemburu dan minta putus ke Erwan, aku kira mereka bakal tukeran: Dinar sama Flemming dan Dhinar sama Erwan. Nyatanya, justru Erwan dan Dhinar ngasih penjelasan kalo jadian dengan orang yang sama itu gak asyik. Kenapa? Karena gak ada yang bisa dibagi. Kalo kita jadian dengan orang yang beda, justru pasangan kita itu bisa menutupi kekurangan-kekurangan kita dan kita bisa menutupi kekurangan-kekurangan dia.

Jempol yang banyak banget buat "sHe".

No comments:

Post a Comment